Kamis, 11 Oktober 2012

SOMBONG

SOMBONG
Sombong, itulah kata yang beberapa hari ini menggangguku. Aku dianggap sombong, kurang bersyukur dan menjauhi diri. Astaghfirullah, benarkah?
Aku mencoba untuk introspeksi diri kenapa ada anggapan seperti itu. Apa yang telah kulakukan, sehingga aku dianggap sombong. Dan, Siapa yang bilang aku sombong. Aku mencoba mengingat dan merunut perilaku, sikap dan perkataanku selama ini.
Aku merasa biasa saja. Perilaku, sikap, perkataaanku tidak ada yang mengesankan kesombongan. Itu bisa kubuktikan, aku tidak mempunyai masalah dengan siapapun. Dengan tetangga aku rukun, tidak ada yang berselisih denganku. Dengan keluarga, damai sejahtera begitu pula dengan teman-teman kantor dan yang lain. Aku dapat perlakuan yang etis dan wajar dari mereka.
Akhirnya “dia” bicara juga. Siapa?? Entahlah aku juga tidak tahu siapa “dia”. Dia cuma bilang, “SOMBONG”, kemudian pergi, tanpa memberikan kesempatan sedikitpun padaku untuk bertanya, dan membiarkan aku larut dalam dunia analisa dan introspeksi. Dan bagiku, kata “SOMBONG” itu jelas sekali ditujukan untukku.
Beberapa waktu kemudian, “dia” menemuiku lagi. Kali ini aku langsung bertanya kepadanya kenapa aku dibilang sombong. Sambil tersenyum “dia” hanya menjawab; “pikir sajalah sendiri, sebab, kalau aku yang memberikan penjelasan, kamu tidak akan percaya”. Lalu pergi meninggalkanku begitu saja. Ooooohh, OK, baiklah, aku akan cari jawabannya.
Tidak ada masalah sosial yang kuhadapi, kehidupanku berjalan normal dan penuh dengan harmonisasi. Tapi ada satu masalah, yang membuatku kurang nyaman dan membuatku merasa hidup dalam kehampaan. Dan, mungkin ini sebabnya aku dianggap sombong.
Sombong! Ya, akhir-akhir ini aku sudah jarang sekali mengangkat tangan dan menengadahkan wajah penuh harap, berdoa dan memohon pada-Nya.
Ya, aku sombong, karena selama ini cuma kepalaku saja yang bersujud dihadapan-Nya, hati dan pikiranku entah dimana dan kemana.
Sombong! ya, sebelumnya aku memang sering mengunjungi rumah-Nya, walaupun tidak di lima waktu. Minimal di tiga waktu dalam sehari, aku bisa mengunjungi rumah-Nya. Apalagi ketika berbagai masalah menghampiriku, dan aku sudah tak sanggup menghadapinya.
Sombong! ya, selama ini aku bisa mendekatkan diri pada-Nya di sepertiga malam ketika ada masalah. Berdoa penuh harap dan cemas, dengan tangan terbuka, hati yang khusu dan wajah tertunduk hina. Benar-benar menggambarkan bahwa aku tidak bisa melakukan apapun, bahwa aku tidak memiliki kekuatan apapun, bahwa Dia-lah Sang Maha segala-galanya. Aku benar-benar khusu mengagungkan kebesaran dan kemulian-Nya.
Begitulah kira-kira hasil analisa dan introspeksiku. Pantas saja, aku dibilang sombong. Ya, aku memang pantas disebut seperti itu. Sholat dengan khusu, bangun di sepertiga malam, pergi ke Masjid, berdoa penuh harap dan cemas, itu semua sulit sekali kulakukan. Perasaan tunduk penuh hina tak berdaya dan lemah dihadapan-Nya tidak lagi kurasakan. Hampa, seperti itulah yang kurasakan. Seperti rumah tanpa penghuni atau seperti jasad tanpa nyawa (ruh).  
Setelah kesimpulan sudah kudapatkan, ternyata “dia” datang lagi dan mengajakku untuk kembali berkunjung ke rumah-Nya, untuk berbincang pada-Nya di sepertiga malam dan berkeluh kesah di hadapan-Nya. Insya Allah, tapi tolong beritahu aku caranya dan beri aku semangat, begitu jawabku. Aku tidak mau kesombongan ini terus berlanjut.
Allahumma ya Allah bimbing aku untuk selalu di jalan-Mu.
Alhamdulillah.

Jumat, 09 April 2010

Hikmah Jarum Suntik, Pisau dan Gunting Operasi


Jarum suntik, gunting dan Pisau bedah/operasi serta alat-alat bedah/operasi lainnya. Itulah yang saya ingat setelah menjenguk teman yang terbaring di Rumah Sakit. Lalu, saya membuat tulisan ini.

Cerita ini hanya rekaan. Jika ada kesamaan Tokoh, tempat dan Kejadian, hanya sebuah kebetulan.

Ada seorang Dokter yang menangani 2 (dua) orang Pasien.

Pasien 1 : Bagaimana Dok……? Apa penyakit saya?
Dokter   : Anda terserang Demam Berdarah, Trombosit anda sangat rendah dan anda harus dirawat.
Kemudian Dokter memerintahkan kepada perawat untuk memasang jarum infus dan mengambil  sampel darah. Melihat jarum suntik, si Pasien merasa takut. Walaupun takut dan merasa sakit si Pasien pasrah menerima suntikan jarum tersebut.

Pasien 2 : Bagaimana Dok……? Apa penyakit saya?
Dokter   : Ada kanker di tubuh anda yang harus segera diangkat. Dalam waktu 24 jam dari sekarang anda harus menjalani operasi.
Mendengar hal itu, pasien 2 terkejut. Jantungnya berdebar keras, bibir dan lidahnya terasa kelu. Tanpa terasa air matanya mengalir membasahi pipi (ciah…… dramatis banget cerita gw)

Pasien 2 : Apa……?!! Benarkah harus dioperasi Dok…? Adakah tindakan lain yang bisa dilakukan……?
Dokter   : Tidak!! Penyakit anda harus diangkat. Satu-satunya cara, dioperasi.

Pasien ke 2 pun sama, hanya bisa menerima vonis yang telah diberikan oleh sang Dokter yaitu…… Operasi. Walaupun dia sangat takut akan operasi tersebut. “Melihat jarum suntik saja saya sudah ketakutan apalagi harus dioperasi” (begitu jerit hatinya).


The End………………………


Begitulah kira-kira analogi yang saya buat untuk menggambarkan bahwa Allah SWT terkadang melakukan hal yang (mungkin kurang lebih) sama terhadap hamba-Nya.

Bagi yang tidak tahu, pasti berpendapat tindakan Dokter yang melakukan suntikan, mengoperasi (membedah, memotong) bagian-bagian tertentu dari tubuh manusia adalah tindakan yang kejam, menyakitkan, tidak manusiawi dan lain-lain. Namun, itulah tindakan yang harus dilakukan sang Dokter, untuk kebaikan, kesehatan dan keselamatan si pasien. Dan…… Dokter lebih mengetahui tindakan yang terbaik untuk pasiennya.

Kejadian-kejadian yang kita alami dalam hidup terkadang menyakitkan, kejam dan mungkin juga tidak manusiawi. Kita beranggapan bahwa Allah SWT telah memberikan musibah dan malapetaka dengan kejadian-kejadian tersebut. Padahal kalau saja Iman dalam hati kita diberikan kesempatan besar untuk berbicara, maka kita akan paham dan mengerti bahwa kejadian tersebut harus terjadi demi kebaikan dan keselamatan hamba-hamba-Nya. Dan…… Allah SWT maha mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Tentu saja, Allah SWT sangat berbeda dengan Dokter. Allah Tidak akan salah, karena Dialah yang mendesain manusia. Dia lebih mengetahui dan mengerti semua hal tentang manusia dibanding dengan manusia itu sendiri. Sedangkan Dokter, dia hanya manusia, yang sangat mungkin salah dalam mendiagnosa dan menentukan tindakan terhadap pasiennya.

Tapi yang terjadi, kita lebih sering protes kepada Allah SWT atas apa yang terjadi pada diri kita. Logika (otak,) kita berikan kesempatan seluas-luasnya untuk menganalisa, tanpa mempertimbangkan sedikitpun pendapat-pendapat dari hati kecil (Iman) kita.

Intinya: Berhusnuzon kepada Allah SWT. Karena setiap kejadian (apapun itu) akan selalu ada hikmah dan kebaikannya untuk kita.


Begitulah kira-kira nasihat hati kecil saya, kepada diri saya sendiri tentunya………

Semoga tulisan ini bermanfaat, bagi saya pribadi tentunya dan anda yang membacanya. Dan semoga Allah meningkatkan keimanan dan kesabaran dalam hati kita. Amiin......

Selasa, 06 April 2010

Mengapa Harus Menyesal?

Teringat kata-kata teman beberapa hari yang lalu, “Nanang aja nyesel sudah menikah!” begitu katanya. Kata-kata yang tidak pernah saya ucapkan, baik melalui lisan ataupun hati saya. Mungkin teman saya mendengar kata-kata tersebut dari temannya yang lain, bukan dari saya!

Kata-kata tersebut sebenarnya tidak boleh diucapkan, apapun alasannya. Bagi saya, ketika saya sudah memutuskan untuk melakukan suatu kebaikan maka saya harus siap dengan segala konsekuensinya.

Menikah, bagi sebagian orang mungkin saja suatu perbuatan yang ia sesali. Mengapa?, karena setelah menikah, ia tidak lagi bisa bebas seperti sebelumnya. Kekasih yang dulu tampil sempurna di hadapannya, perlahan mulai menampakkan berbagai macam sikap egoismenya. Keburukan-keburukan yang dulu ditutupi, sekarang tidak lagi ia sembunyikan. Kecantikan, kebaikan dan keindahan masa-masa lalu tidak lagi nampak di hadapannya.

Selain itu, Ia harus bertanggung jawab penuh terhadap segala macam kebutuhan pasangannya. Pendidikan, Kesehatan, Rumah, Makanan dan lain-lain harus ia penuhi. Penghasilan yang dulu hanya di berikan untuk dirinya dan (mungkin) orang tuanya, sekarang tidak lagi. Sekarang, 90% penghasilan untuk pasangannya dan anak-anaknya, sisanya 10% (bisa saja lebih kecil) untuk dirinya. Dan masih banyak alasan-alasan lainya yang membuat penyesalannya semakin dalam.

Berbagai macam permasalahan yang tidak pernah ia alami semuanya bermunculan seolah tak pernah ada habisnya. Ia (mungkin) beranggapan, hujan dan badai tidak akan pernah berhenti, lebih baik ia pergi menghindar dan menjauh dari semua ini. Padahal, seperti judul sebuah lagu “Badai pasti berlalu” atau judul sebuah buku “Habis gelap terbitlah terang”. Harusnya dia tahu bahwa semakin banyak dan semakin berat permasalahan yang dihadapinya, menunjukan bahwa permasalahan tersebut akan segera berakhir. Tentunya jika ia tidak putus asa dan menyalahkan keadaan apalagi menyalahkan Tuhan (Na’uzubillah). Seperti malam, ia tidak datang langsung dengan kegelapan dan kesunyiannya. Malam datang dengan perlahan, semakin gelap, semakin sunyi dan semakin dinginnya malam, menunjukkan bahwa pagi hari akan segera mendekat.

Bagi saya, dibalik semua permasalahan yang timbul dari pernikahan, terkandung hikmah yang luar biasa besar. Allah SWT ingin menjadikan saya seseorang yang berjiwa besar, tidak bermental lemah/pecundang. Mengapa?, karena Pernikahan sama dengan tanggung jawab besar, dan hanya orang-orang yang berjiwa besar yang sanggup menerima amanah tersebut. Orang-orang yang berhasil dalam membina keluarganya adalah orang-orang yang sukses besar.

Selain itu, pernikahan adalah benteng terkuat yang dapat melindungi kita dari perbuatan zina. Jika ia seorang muslim, ia pasti tahu bahwa menikah adalah ibadah baginya dan memang sangat disunahkan oleh Rosulullah SAW. Sabda Rosulullah, “Menikah adalah sunahku barang siapa tidak menyukai sunahku maka ia bukan golonganku.”

Senin, 15 Februari 2010

TERNYATA SAYA BUKANLAH “MILIK SAYA”




Saya sering mengalami sulitnya tidur, padahal mata saya ingin sekali terpejam untuk mengistirahatkan tubuh dan jiwa. Setiap malam saya juga mengalami sesak nafas (asthma), yang membuat malam-malam saya sangat tidak menyenangkan.

Ketika dalam keadaan seperti itu, saya sadar bahwa manusia benar-benar tidak memiliki apapun termasuk tubuhnya. Allah hanya menitipkan tubuh ini termasuk kenikmatan di dalamnya. Sebab, jika tubuh ini adalah milik saya, maka saya akan mempunyai kendali penuh atas tubuh saya. Ketika sulit tidur, maka dengan mudah saya akan memberi perintah kepada dia untuk tidur, begitu pula ketika saya sedang sulit bernafas. Pada kenyataanya hal tersebut mustahil saya lakukan. Ketika sulit tidur, saya akan nonton TV sampai saya terlelap dengan sendirinya, ketika sulit bernafas tentu saya akan minum obat anti Asthma.

Begitu banyak kenikmatan yang di titipkan oleh Allah kepada kita (bukan diberikan), sehingga kita tidak mengetahui jumlahnya dan tidak dapat menghitungnya.

Q. S. An-nahl 18:


“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Saya lebih suka menggunakan kata “titip” daripada “beri”, untuk merangkai kata “kenikmatan dari Allah”. Karena (menurut saya), Allah memiliki hak untuk mengambil kembali kenikmatan itu atau menguranginya. Jika Allah “memberikan” kenikmatan kepada kita, tentu kita memiliki hak penuh atas kenikmatan tersebut. Dan, tentunya kita bisa protes ketika kenikmatan itu diambil atau dikurangi. Contoh; Saya ingin selalu sehat, tapi pada kenyataanya, sakit pasti pernah/sering saya rasakan. Padahal saya tidak menginginkannya sedikitpun. Jika sehat itu di berikan Allah kepada saya, saya pasti protes, “ya Allah, Enkau-kan sudah memberikannya (sehat) pada saya, kenapa diambil lagi……?” (begitu kira-kira protes yang saya ajukan).

Tulisan di atas hanya sebuah contoh/ilustrasi, bahwa manusia (saya) tidak memiliki apapun. Sesuatu sering terjadi di luar kemampuan dan keinginan saya. Hal tersebut memberikan pelajaran bagi saya, bahwa “ADA” yang mengatur dan mengendalikan kehidupan saya. Dan saya meyakini, Dia-lah ALLAH SWT, Pencipta-Pemilik-Pengatur seluruh alam dan isinya. Kenapa saya meyakini ALLAH sebagai Tuhan, karena tak ada satupun mahluk yang serupa/menyerupai Dia.
Wallahu A’lam……

Kamis, 11 Februari 2010

ULAMA......?! BENARKAH....?

Seminggu lalu tepatnya hari minggu, 07 februari 2010 berlangsung sebuah acara akad dan resepsi pernikahan teman, rumahnya persis di depan rumah saya. Mohon maaf, tidak bermaksud untuk “ngomongin” tetangga/teman saya. Ayahnya adalah seorang pemuka agama/tokoh agama di kampung saya atau Alim-Ulama (begitu orang-orang kampung saya menyebutnya). Di acara tersebut ada satu hal yang menarik bagi saya.

Akad nikah berlangsung lancar, sesuai dengan aturan-aturan Islam. Yang menarik adalah acara resepsinya sangat jauh dari norma atau aturan-aturan Islam. Sebagai contoh, yang paling sangat menggangu hati dan nurani agama saya adalah hiburan gambus. “Gambus” tersebut menurut saya adalah dangdut dalam kemasan yang berbeda.

Imeg gambus dalam pikiran saya adalah musik yang berisi syair-syair Islami dengan alat-alat musik yang identik dengan Islam pula dan tentunya setahu saya (seharusnya) penyanyinya adalah Pria/Laki-laki. Pendapat saya tentang gambus sesuai dengan pendapat “OM WIKI” (), bahkan menurut “OM WIKI”, isi liriknya adalah doa atau shalawat.

“Gambus” tersebut dimulai dari siang hari (Pkl. 10.00 wib) sampai dengan pkl. 12 – lebih (Hah…… sampe kurang lelap saya tidur). Lebih sering terdengar lagu-lagu yang tidak asing bagi para penggemar dangdut tetapi pasti sangat asing bagi penggemar gambus. Dan coba tebak penyanyinya laki-laki apa wanita? Yes…… penyanyinya Wanita (ahhh…… lho tau, pasti lho nonton kan??. Engga…… saya ga nonton kok, saya tahu karena terdengar jelas, rumah n panggungnya di depan rumah).

Yang membuat saya terheran-heran dan menjadi tanda Tanya (segede gunung) adalah apa iya…… hiburan itu direstui oleh ayah teman saya (Alim-Ulama) itu? Atau mungkin dia tidak tahu bahwa Islam melarang itu………??

Padahal menurut “OM KAMUS” KBBI, Ulama adalah orang yg ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam () . Ahli tidak hanya pada konsep atau definisi tapi ahli juga dalam penerapan dan pendakwahannya. Betul… betul… betul…

Kalo kata “OM WIKI” Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayom, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupum masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.

(Kok jadi sok suci sih……!! . Engga…… enga ada maksud kaya gitu kok………) Setiap manusia pasti punya dosa, tapi paling tidak, kita tidak menyeret orang lain ke dalam dosa yang kita lakukan alias menyesatkan orang lain. Na’uzubillah.

Terakhir, mudah-mudahan Allah akan selalu memberikan Hidayah, ampunan dan rahmat-Nya kepada kita semua. Aamiin………

Note: mohon maaf tulisan ini hanya unek2 pribadi…… miskin pemahaman dan referensi……

GUE MENCARI TUHAN??


GUE MENCARI TUHAN???

Pencarian Tuhan ternyata tidak hanya dilakukan oleh para Nabi dan Rosul. Setidaknya itulah yang pernah saya alami 4 tahun yang lalu. Himpitan ekonomi dan kesulitan hidup yang saya alami membuat saya berontak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada diri sendiri.

Untuk apa manusia diciptakan, jika ketika sudah dilahirkan ke bumi, harus bersusah payah seperti ini? Apakah sebaiknya, Tuhan tidak usah menciptakan manusia? Tuhan tidak usah menciptakan setan dan yang lain-lainya? Tuhan tidak usah menciptakan kebaikan dan kejahatan (menurut logika saya itu semua jauh lebih baik). Dan terakhir, apakah benar Tuhan itu ada?

Untuk pertanyaan terakhir, mudah saja saya jawab (karena saya beragama, Islam), tentu Tuhan itu ada yaitu Allah SWT.

Q. S. Al Ikhlas:

“Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Itulah penjelasan Alquran tentang Allah, Tuhan pencipta seluruh alam. Tuhan yang memang tidak ada satupun makhluk yang menyerupai-Nya. Tuhan yang tidak ber-anak apalagi di-per-anakan.

Kemudian, Tuhan itu ada. Lalu kenapa menciptakan manusia dan isinya ? termasuk setan yang suka menyesatkan manusia.

Ternyata, di dalam Alquran dijelaskan. Bahwa pertanyaan yang saya ajukan atau lebih tepatnya protes yang saya utarakan kepada Tuhan sudah terlebih dahulu diajukan/diutarakan oleh para malaikat, ketika Allah SWT akan menciptakan Adam AS. Di dalam Alquran Allah memberikan jawaban, bahwa hakikat penciptaan manusia hanya Allah sendiri yang mengetahuinya sedangkan makhluknya termasuk manusia tidak mampu mengetahuinya.

Masih belum terima dengan jawaban tersebut??  Okelah Kalo Begono, kemudian saya cari peng-analogian. Ternyata ketemu, inilah analoginya; Jika saya menciptakan sebuah meja, saya tahu bagaimana dan apa tujuan saya membuat sebuah meja. Tapi, apakah ciptaan/buatan saya tahu tujuan saya menciptakan dia????. Semua Benda yang kita buat, tidak pernah mengetahui untuk apa ia dibuat, kecuali kita (manusia) yang mengetahuinya. Begitu juga penciptaan manusia, hanya Allah SWT yang mengetahui kenapa dan untuk apa manusia diciptakan.

Semua hal yang ada di bumi ini tidak tercipta begitu saja. Semua harus dibuat/diciptakan dan selalu ada hubungan SEBAB-AKIBAT. Pernahkah anda bertanya, bagaimana mungkin anda menggunakan komputer tanpa pernah ada yang membuat/menciptakannya??? That’s impossible………