Jumat, 09 April 2010

Hikmah Jarum Suntik, Pisau dan Gunting Operasi


Jarum suntik, gunting dan Pisau bedah/operasi serta alat-alat bedah/operasi lainnya. Itulah yang saya ingat setelah menjenguk teman yang terbaring di Rumah Sakit. Lalu, saya membuat tulisan ini.

Cerita ini hanya rekaan. Jika ada kesamaan Tokoh, tempat dan Kejadian, hanya sebuah kebetulan.

Ada seorang Dokter yang menangani 2 (dua) orang Pasien.

Pasien 1 : Bagaimana Dok……? Apa penyakit saya?
Dokter   : Anda terserang Demam Berdarah, Trombosit anda sangat rendah dan anda harus dirawat.
Kemudian Dokter memerintahkan kepada perawat untuk memasang jarum infus dan mengambil  sampel darah. Melihat jarum suntik, si Pasien merasa takut. Walaupun takut dan merasa sakit si Pasien pasrah menerima suntikan jarum tersebut.

Pasien 2 : Bagaimana Dok……? Apa penyakit saya?
Dokter   : Ada kanker di tubuh anda yang harus segera diangkat. Dalam waktu 24 jam dari sekarang anda harus menjalani operasi.
Mendengar hal itu, pasien 2 terkejut. Jantungnya berdebar keras, bibir dan lidahnya terasa kelu. Tanpa terasa air matanya mengalir membasahi pipi (ciah…… dramatis banget cerita gw)

Pasien 2 : Apa……?!! Benarkah harus dioperasi Dok…? Adakah tindakan lain yang bisa dilakukan……?
Dokter   : Tidak!! Penyakit anda harus diangkat. Satu-satunya cara, dioperasi.

Pasien ke 2 pun sama, hanya bisa menerima vonis yang telah diberikan oleh sang Dokter yaitu…… Operasi. Walaupun dia sangat takut akan operasi tersebut. “Melihat jarum suntik saja saya sudah ketakutan apalagi harus dioperasi” (begitu jerit hatinya).


The End………………………


Begitulah kira-kira analogi yang saya buat untuk menggambarkan bahwa Allah SWT terkadang melakukan hal yang (mungkin kurang lebih) sama terhadap hamba-Nya.

Bagi yang tidak tahu, pasti berpendapat tindakan Dokter yang melakukan suntikan, mengoperasi (membedah, memotong) bagian-bagian tertentu dari tubuh manusia adalah tindakan yang kejam, menyakitkan, tidak manusiawi dan lain-lain. Namun, itulah tindakan yang harus dilakukan sang Dokter, untuk kebaikan, kesehatan dan keselamatan si pasien. Dan…… Dokter lebih mengetahui tindakan yang terbaik untuk pasiennya.

Kejadian-kejadian yang kita alami dalam hidup terkadang menyakitkan, kejam dan mungkin juga tidak manusiawi. Kita beranggapan bahwa Allah SWT telah memberikan musibah dan malapetaka dengan kejadian-kejadian tersebut. Padahal kalau saja Iman dalam hati kita diberikan kesempatan besar untuk berbicara, maka kita akan paham dan mengerti bahwa kejadian tersebut harus terjadi demi kebaikan dan keselamatan hamba-hamba-Nya. Dan…… Allah SWT maha mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Tentu saja, Allah SWT sangat berbeda dengan Dokter. Allah Tidak akan salah, karena Dialah yang mendesain manusia. Dia lebih mengetahui dan mengerti semua hal tentang manusia dibanding dengan manusia itu sendiri. Sedangkan Dokter, dia hanya manusia, yang sangat mungkin salah dalam mendiagnosa dan menentukan tindakan terhadap pasiennya.

Tapi yang terjadi, kita lebih sering protes kepada Allah SWT atas apa yang terjadi pada diri kita. Logika (otak,) kita berikan kesempatan seluas-luasnya untuk menganalisa, tanpa mempertimbangkan sedikitpun pendapat-pendapat dari hati kecil (Iman) kita.

Intinya: Berhusnuzon kepada Allah SWT. Karena setiap kejadian (apapun itu) akan selalu ada hikmah dan kebaikannya untuk kita.


Begitulah kira-kira nasihat hati kecil saya, kepada diri saya sendiri tentunya………

Semoga tulisan ini bermanfaat, bagi saya pribadi tentunya dan anda yang membacanya. Dan semoga Allah meningkatkan keimanan dan kesabaran dalam hati kita. Amiin......

Selasa, 06 April 2010

Mengapa Harus Menyesal?

Teringat kata-kata teman beberapa hari yang lalu, “Nanang aja nyesel sudah menikah!” begitu katanya. Kata-kata yang tidak pernah saya ucapkan, baik melalui lisan ataupun hati saya. Mungkin teman saya mendengar kata-kata tersebut dari temannya yang lain, bukan dari saya!

Kata-kata tersebut sebenarnya tidak boleh diucapkan, apapun alasannya. Bagi saya, ketika saya sudah memutuskan untuk melakukan suatu kebaikan maka saya harus siap dengan segala konsekuensinya.

Menikah, bagi sebagian orang mungkin saja suatu perbuatan yang ia sesali. Mengapa?, karena setelah menikah, ia tidak lagi bisa bebas seperti sebelumnya. Kekasih yang dulu tampil sempurna di hadapannya, perlahan mulai menampakkan berbagai macam sikap egoismenya. Keburukan-keburukan yang dulu ditutupi, sekarang tidak lagi ia sembunyikan. Kecantikan, kebaikan dan keindahan masa-masa lalu tidak lagi nampak di hadapannya.

Selain itu, Ia harus bertanggung jawab penuh terhadap segala macam kebutuhan pasangannya. Pendidikan, Kesehatan, Rumah, Makanan dan lain-lain harus ia penuhi. Penghasilan yang dulu hanya di berikan untuk dirinya dan (mungkin) orang tuanya, sekarang tidak lagi. Sekarang, 90% penghasilan untuk pasangannya dan anak-anaknya, sisanya 10% (bisa saja lebih kecil) untuk dirinya. Dan masih banyak alasan-alasan lainya yang membuat penyesalannya semakin dalam.

Berbagai macam permasalahan yang tidak pernah ia alami semuanya bermunculan seolah tak pernah ada habisnya. Ia (mungkin) beranggapan, hujan dan badai tidak akan pernah berhenti, lebih baik ia pergi menghindar dan menjauh dari semua ini. Padahal, seperti judul sebuah lagu “Badai pasti berlalu” atau judul sebuah buku “Habis gelap terbitlah terang”. Harusnya dia tahu bahwa semakin banyak dan semakin berat permasalahan yang dihadapinya, menunjukan bahwa permasalahan tersebut akan segera berakhir. Tentunya jika ia tidak putus asa dan menyalahkan keadaan apalagi menyalahkan Tuhan (Na’uzubillah). Seperti malam, ia tidak datang langsung dengan kegelapan dan kesunyiannya. Malam datang dengan perlahan, semakin gelap, semakin sunyi dan semakin dinginnya malam, menunjukkan bahwa pagi hari akan segera mendekat.

Bagi saya, dibalik semua permasalahan yang timbul dari pernikahan, terkandung hikmah yang luar biasa besar. Allah SWT ingin menjadikan saya seseorang yang berjiwa besar, tidak bermental lemah/pecundang. Mengapa?, karena Pernikahan sama dengan tanggung jawab besar, dan hanya orang-orang yang berjiwa besar yang sanggup menerima amanah tersebut. Orang-orang yang berhasil dalam membina keluarganya adalah orang-orang yang sukses besar.

Selain itu, pernikahan adalah benteng terkuat yang dapat melindungi kita dari perbuatan zina. Jika ia seorang muslim, ia pasti tahu bahwa menikah adalah ibadah baginya dan memang sangat disunahkan oleh Rosulullah SAW. Sabda Rosulullah, “Menikah adalah sunahku barang siapa tidak menyukai sunahku maka ia bukan golonganku.”